Real Time Gross Settlement System
(RTGS)
Sesuai dengan Undang – Undang No.23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Undang – Undang No. 3 Tahun 2004, salah
satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Bank Indonesia secara terus menerus
melakukan pengembangan sistem pembayaran nasional (SPN) yang
komperhensif, terintegrasi, terkelola secara efektif, efisien, aman, andal, dan
berisiko rendah. Bank Indonesia merupakan satu – satunya lembaga di Indonesia
yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta
mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran. Di sisi lain, dalam
rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia
berwenang dalam melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, seperti sistem transfer dana baik yang
bersifat real time, sistem kliring, maupun sistem pembayaran lain.
Selain memenuhi kebutuhan suatu
sistem pembayaran berskala nasional, sistem pembayaran yang dilaksanakan oleh
Bank Indonesia dituntut agar berintegrasi dengan sistem pembayaran di negara
lain, terutama menurunkan risiko settlement antar mata uang. Salah satu sistem
yang dikembangkan Bank Indonesia adalah Real Time Gross Settlement System (RTGS).
Sistem BI-RTGS menggunakan metode
gross settlement, sehingga setiap transaksi diperhitungkan secara individual.
Apabila saldo rekening giro bank pengirim di Bank Indonesia tidak mencukupi,
maka transaksi akan ditempatkan dalam
antrian sistem BI-RTGS. Transaksi baru akan diproses apabila bank telah
mendapatkan transfer dana masuk dari bank atau pihak lain.
BI-RTGS diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan berbagai pihak terhadap tersedianya mekanisme pembayaran yang sangat
cepat, yaitu transaksi yang mensyaratkan Delivery Versus Payment (DVP) seperti
jual beli obligasi pemerintah, saham, dan surat berharga lain. Hal ini sangat
penting untuk menurunkan risiko dalam pasar sekuritas.
Sebelum diterapkannya BI-RTGS,
mekanisme penyelesaian transaksi antarbank, baik yang bersifat retail
transaction maupun large value transaction, dilakukan dengan sistem kliring
(net settlement). Mekanisme ini dapat menimbulkan risiko pada akhir hari bahwa
suatu bank akan mengalami kalah kliring dalam jumlah yang cukup besar. Apabila jumlah
kekalahan ini melampaui saldo rekening gironya di Bank Indonesia, maka saldo
giro bank tersebut di Bank Indonesia menjadi negatif (overdraft), sehingga
menyulitkan Bank Indonesia jika bank tersebut tidak mampu menutup overdraft
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar