KLIRING
Bank Indonesia sebagai bank sentral
membentuk lembaga kliring pada tanggal 7 Maret 1967 dengan tujuan untuk
memajukan atau memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada
masyarakat yang menjadi nasabah bank. Kliring adalah perhitungan utang piutang
antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling
menyerahkan surat – surat berharga dan surat – surat dagang yang telah
ditetapkan untuk dapat diperhitungkan dengan mudah dan aman, serta untuk
memperluas dan memperlancar pembayaran lalulintas pembayaran giral.
Salah satu fungsi yang dimiliki oleh
bank umum adalah melakukan transaksi lalu lintas pembayaran. Mekanisme
pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila
kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama, tetapi akan lebih sukar untuk menyelesaikan
pembayaran antara pihak – pihak yang
memiliki rekening di bank yang berbeda dan lebih sukar lagi jika bank tersebut
tidak berada di satu daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan
langsung dengan bank umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Keadaan
ini menghambat kegiatan operasional perbankan dalam mekanisme penyelesaian
utang piutang yang memerlukan waktu yang cukup lama, biaya yang besar, serta
tenaga yang kurang efisien. Oleh karena itu kliring diharapkan dapat membantu
bank umum untuk memudahkan kegiatan operasional dalam perhitungan utang piutang
terhadap bank lain sehingga dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan
efisien.
Kliring antar bank adalah pertukaran
warkat atau data elektronik antar bank atas nama bank maupun nasabah yang hasil
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan
elektronik yang dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai, yang diatur
dalam peraturan perundang – undangan atau ketentuan lain yang berlaku dan lazim
digunakan dalam transaksi pembayaran. Sistem kliring antar bank meliputi sistem
kliring domestik dan lintas negara.
Pokok – pokok ketentuan tentang
kliring yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain
:
a. Jenis penyelenggaraan kliring dapat
dilaksanakan oleh pihak lain.
b. Persyaratan dan bentuk hukum pihak
lain dapat menyelenggarakan kliring.
c. Tata cara pemberian persetujuan
terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan kliring.
Pengaturan sistem kliring lintas
negara mencakup antara lain :
a. Penetepan persyaratan bagi Bank
Indonesia atau bank dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat
regional atau internasional.
b. Pengaturan mengenai kesepakatan
antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran
dengan Bank sentral atau lembaga penyelenggara sistem pembayaran negara lain
yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring dan penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antar bank.
Sejarah kliring
Penyelenggaraan kliring di Jakarta
pada awalnya dilaksanakan secara manual. Sejalan dengan meningkatnya transaksi
perekonomian di Jakarta, pada akhir tahun 1989 menyebabkan penyelenggaraan
kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi dan suasana
pertemuan kliring menjadi tampak sulit. Dengan demikian, Direksi Bank Indonesia
dengan SKBI No.21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988 menetapkan perubahan sistem
kliring lokal Jakarta menjadi sistem kliring otomatis. Sistem otomatis ini baru dapat
diimplementasikan mulai 4 Juni 1990 untuk kliring penyerahan saja. Pada tahun
1994 sistem ini kemudian diganti dengan sistem semi otomatis kliring (SOKL).
Pada tahun 1996, rata – rata volume
warkat kliring Jakarta terus meningkat perharinya, menyebabkan peningkatan
tekanan dalam proses kliring baik di
bank peserta maupun Bank Indonesia. sarana warkat kliring tidak mampu mengikuti
peningkatan jumlah warkat kliring, sehingga menimbulkan keterlambatan dalam
settlement dan penyediaan informasi hasil kliring, yang kemudian dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat dan merugikan lembaga terkait secara
sistemik.
Sesuai cetak biru (blue – print)
Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia (1995), mulai tahun 1996 dikembangkan
kliring lokal elektronik dengan teknologi image oleh Urusan Akunting dan Sistem
Pembayaran Bank Indonesia, kemudian pada tanggal 18 September 1998, Bank
Indonesia meresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) untuk lokal
Jakarta dan kliring elektronik secara menyeluruh di Jakarta baru dimulai pada
tanggal 18 Juni 2001. Tujuan diselenggarakan kliring elektronik adalah untuk
meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran cepat, akurat,
andal, aman, lancar, dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keamanan
pelaksanaan dan pengawasan proses kliring, serta memenuhi kebutuhan informasi
para peserta kliring tentang hasil perhitungan kliring secara lebih cepat,
akurat, dan tepat waktu.
Kliring Manual
Secara teknis pelaksanaannya, kliring
dapat diuraikan sebagai kegiatan perhitungan utang piutang di antara beberapa
lembaga keuangan peserta kliring secara terpusat dengan cara saling menyerahkan
warkat kliring untuk memperluas lalu lintas pembayaran dengan cara giral. Warkat
yang dapat ikut diperhitungkan dalam proses kliring domestik di Indonesia
adalah
Ø Cek
Ø Bilyet giro
Ø Surat bukti penerimaan transfer
Ø Wesel bank untuk transfer kredit
Ada dua macam penyertaan dalam kliring,
yaitu :
Ø Penyertaan langsung, yaitu perhitungan
warkat secara langsung dalam pertemuan kliring dan yang dapat ikut dalam
penyertaan langsung adalah kantor Bank Indonesia dan kantor pusat bank umum
beserta kantor – kantor cabangnya.
Ø Penyertaan tidak langsung, yaitu
perhitungan warkat dalam pertemuan kliring oleh suatu kantor bank melalui
kantor pusat dari bank tersebut atau melalui salah satu kantor cabang lain. Penyertaan
tidak langsung ini bisa terjadi karena berbagai hal, antara lain apabila suatu
bank mempunyai masalah untuk ikut kliring secara langsung, maka dapat menjadi
peserta secara tidak langsung. Masalah bisa berkaitan dengan keuangan, jarak
antara bank yang bersangkutan dengan penyelenggara kliring, dan lain – lain.
Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu
kantor bank umum agar dapat menjadi peserta kliring yaitu :
1. Suatu kantor bank umum diwajibkan
ikut serta dalam kliring, setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia.
2. Mempunyai izin usaha yang sah.
3. Keadaan administrasi dan keuangan
memungkinkan bank itu untuk memenuhi kewajibannya dalam kliring.
4. Simpanan masyarakat dalam bentuk giro
dan kelonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai
sekurang – kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian bank
baru di wilayahnya.
5. Menyetor jaminan kliring sebesar 50%
rata – rata kewajiban 20 hari terakhir dikurangi 40% rata – rata tagihan harian
20 hari terakhir. Kewajiban ini hanya berlaku bagi kantor bank yang baru
menjadi peserta kliring atau yang baru direhabilitasi. Jaminan kliring ini
berlaku selama 6 enam bulan terhitung sejak tanggal penyetoran. Kewajiban menyetor
jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang
pindah eilayah kliring.
6. Bank peserta menunjukan beberapa orang
wakil tetap pada lembaga kliring Pemberitahuan mengenai wakil tetap ini
disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan dilampiri contoh tanda
tangan dan paraf dari wakil – wakil tersebut.
Wakil ini terdiri atas :
a. Golongan A, hanya berwenang untuk
membuat, mengubah, memberikan tanda terima, dan menandatangani darfat
rekapitulasi, neraca, dan bilyet saldo rekening.
b. Golongan B, di samping melaksanakan
yang dilakukan golongan A, golongan ini juga berwenang untuk mengubah,
menambah, dan menandatangani surat penolakan.
Transaksi kliring yang dapat
dilakukan meliputi :
1. Transfer debet (menggunakan cek,
bilyet giro atau warkat debet lainnya)
2. Transfer kredit (mengisi formulir
isian yang disediakan oleh bank) yang kemudian akan dikirim oleh bank melalui
data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI
referensi :
Buku diktat Bank dan Lembaga Keuangan, Universitas Gunadarma
www.bi.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar