Senin, 11 Maret 2013

Bank dan Lembaga Keuangan


KLIRING

Bank Indonesia sebagai bank sentral membentuk lembaga kliring pada tanggal 7 Maret 1967 dengan tujuan untuk memajukan atau memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Kliring adalah perhitungan utang piutang antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat – surat berharga dan surat – surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar pembayaran lalulintas pembayaran giral.

Salah satu fungsi yang dimiliki oleh bank umum adalah melakukan transaksi lalu lintas pembayaran. Mekanisme pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama, tetapi  akan lebih sukar untuk menyelesaikan pembayaran antara pihak – pihak  yang memiliki rekening di bank yang berbeda dan lebih sukar lagi jika bank tersebut tidak berada di satu daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan langsung dengan bank umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Keadaan ini menghambat kegiatan operasional perbankan dalam mekanisme penyelesaian utang piutang yang memerlukan waktu yang cukup lama, biaya yang besar, serta tenaga yang kurang efisien. Oleh karena itu kliring diharapkan dapat membantu bank umum untuk memudahkan kegiatan operasional dalam perhitungan utang piutang terhadap bank lain sehingga dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan efisien.

Kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data elektronik antar bank atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik yang dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai, yang diatur dalam peraturan perundang – undangan atau ketentuan lain yang berlaku dan lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. Sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara.
Pokok – pokok ketentuan tentang kliring yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain :
a.      Jenis penyelenggaraan kliring dapat dilaksanakan oleh pihak lain.
b.      Persyaratan dan bentuk hukum pihak lain dapat menyelenggarakan kliring.
c.       Tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan kliring.
Pengaturan sistem kliring lintas negara mencakup antara lain :
a.      Penetepan persyaratan bagi Bank Indonesia atau bank dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat regional atau internasional.
b.      Pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran dengan Bank sentral atau lembaga penyelenggara sistem pembayaran negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

Sejarah kliring
Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan secara manual. Sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian di Jakarta, pada akhir tahun 1989 menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring menjadi tampak sulit. Dengan demikian, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No.21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988 menetapkan perubahan sistem kliring lokal Jakarta menjadi sistem kliring otomatis.  Sistem otomatis ini baru dapat diimplementasikan mulai 4 Juni 1990 untuk kliring penyerahan saja. Pada tahun 1994 sistem ini kemudian diganti dengan sistem semi otomatis kliring (SOKL).

Pada tahun 1996, rata – rata volume warkat kliring Jakarta terus meningkat perharinya, menyebabkan peningkatan tekanan  dalam proses kliring baik di bank peserta maupun Bank Indonesia. sarana warkat kliring tidak mampu mengikuti peningkatan jumlah warkat kliring, sehingga menimbulkan keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring, yang kemudian dapat mengurangi kepercayaan masyarakat dan merugikan lembaga terkait secara sistemik.

Sesuai cetak biru (blue – print) Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia (1995), mulai tahun 1996 dikembangkan kliring lokal elektronik dengan teknologi image oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, kemudian pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia meresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) untuk lokal Jakarta dan kliring elektronik secara menyeluruh di Jakarta baru dimulai pada tanggal 18 Juni 2001. Tujuan diselenggarakan kliring elektronik adalah untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran cepat, akurat, andal, aman, lancar, dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keamanan pelaksanaan dan pengawasan proses kliring, serta memenuhi kebutuhan informasi para peserta kliring tentang hasil perhitungan kliring secara lebih cepat, akurat, dan tepat waktu.

Kliring Manual
Secara teknis pelaksanaannya, kliring dapat diuraikan sebagai kegiatan perhitungan utang piutang di antara beberapa lembaga keuangan peserta kliring secara terpusat dengan cara saling menyerahkan warkat kliring untuk memperluas lalu lintas pembayaran dengan cara giral. Warkat yang dapat ikut diperhitungkan dalam proses kliring domestik di Indonesia adalah
Ø  Cek
Ø  Bilyet giro
Ø  Surat bukti penerimaan transfer
Ø  Wesel bank untuk transfer kredit
Ada dua macam penyertaan dalam kliring, yaitu :
Ø  Penyertaan langsung, yaitu perhitungan warkat secara langsung dalam pertemuan kliring dan yang dapat ikut dalam penyertaan langsung adalah kantor Bank Indonesia dan kantor pusat bank umum beserta kantor – kantor cabangnya.
Ø  Penyertaan tidak langsung, yaitu perhitungan warkat dalam pertemuan kliring oleh suatu kantor bank melalui kantor pusat dari bank tersebut atau melalui salah satu kantor cabang lain. Penyertaan tidak langsung ini bisa terjadi karena berbagai hal, antara lain apabila suatu bank mempunyai masalah untuk ikut kliring secara langsung, maka dapat menjadi peserta secara tidak langsung. Masalah bisa berkaitan dengan keuangan, jarak antara bank yang bersangkutan dengan penyelenggara kliring, dan lain – lain.
Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kantor bank umum agar dapat menjadi peserta kliring yaitu :
1.      Suatu kantor bank umum diwajibkan ikut serta dalam kliring, setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia.
2.      Mempunyai izin usaha yang sah.
3.      Keadaan administrasi dan keuangan memungkinkan bank itu untuk memenuhi kewajibannya dalam kliring.
4.    Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai sekurang – kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian bank baru di wilayahnya.
5.    Menyetor jaminan kliring sebesar 50% rata – rata kewajiban 20 hari terakhir dikurangi 40% rata – rata tagihan harian 20 hari terakhir. Kewajiban ini hanya berlaku bagi kantor bank yang baru menjadi peserta kliring atau yang baru direhabilitasi. Jaminan kliring ini berlaku selama 6 enam bulan terhitung sejak tanggal penyetoran. Kewajiban menyetor jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang pindah eilayah kliring.
6.      Bank peserta menunjukan beberapa orang wakil tetap pada lembaga kliring Pemberitahuan mengenai wakil tetap ini disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan dilampiri contoh tanda tangan dan paraf dari wakil – wakil tersebut.
Wakil ini terdiri atas :
a.      Golongan A, hanya berwenang untuk membuat, mengubah, memberikan tanda terima, dan menandatangani darfat rekapitulasi, neraca, dan bilyet saldo rekening.
b.      Golongan B, di samping melaksanakan yang dilakukan golongan A, golongan ini juga berwenang untuk mengubah, menambah, dan menandatangani surat penolakan.
Transaksi kliring yang dapat dilakukan meliputi :
1.      Transfer debet (menggunakan cek, bilyet giro atau warkat debet lainnya)
2.      Transfer kredit (mengisi formulir isian yang disediakan oleh bank) yang kemudian akan dikirim oleh bank melalui data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI

referensi :
Buku diktat Bank dan Lembaga Keuangan, Universitas Gunadarma
www.bi.go.id 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar