WORLD FINANCIAL FLOW
Seperti yang kita ketahui di dalam kehidupan global, lembaga keuangan sangat diperlukan dalam perekonomian modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan kelompok masyarakat yang memerlukan dana. Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Sebelum adanya lembaga keuangan yang menyalurkan dananya kepada nasabah atau peminjam, kegiatan pinjam meminjam dilakukan secara langsung (direct) atau sistem peminjaman berdasarkan Double Coincidence, yaitu berdasarkan sistem kepercayaan (trust) atau saling kenal dan juga tersedianya dana.
X merupakan pihak kelebihan dana (surplus), tentu
hanya akan meminjamkan uangnya kepada orang yang dapat dipercaya dan jelas
sudah dikenal, melihat dari resiko yang akan dihadapinya kelak. Kemudian dari
pihak Y sebagai orang yang kekurangan dana, tentunya harus mencari pihak yang
memiliki kelebihan dana. Selain dari faktor kepercayaan antar pihak,
tersedianya dana juga salah satu faktor terpenting, karena dana merupakan
tujuan utama dari kegiatan ini.
Dengan adanya Bank, faktor kepercayaan atau saling
kenal dan tersedianya dana, dalam kegiatan pinjam meminjam secara langsung atau
Double Coincidence tidak menjadi faktor mutlak lagi karena kegiatan
pinjam meminjam dapat dilakukan secara tidak langsung oleh Bank. Namun, harus
ada keseimbangan antara pihak surplus dan pihak minus sebab dana dari pihak
yang memiliki kelebihan dana akan disalurkan lagi kepada pihak yang kekurangan
dana karena fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai
perantara keuangan (financial intermediary).
Menurut undang-undang perbankan, bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam menjalankan
usahanya, profit atau laba bank diperoleh dari selisih antara bunga yang
diperoleh dari hasil peminjam dana bank (I2) dengan bunga yang
diberikan oleh pihak bank bagi penabung (I1). Oleh karena itu I2 harus lebih
besar dibanding dengan I1 (I2 > I1). Tingkat suku bunga ditentukan oleh beberapa
hal, antara lain pertama, kebutuhan dana yaitu apabila bank kekurangan dana
(jumlah simpanan sedikit), sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang
dilakukan bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan meningkatkan
tingkat suku bunga simpanan. Dengan meningkatnya suku bunga simpanan akan
menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank. Kedua, kebijaksanaan
pemerintah, dalam arti baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman tidak boleh
melebihi yang ditetapkan pemerintah. Ketiga, target laba yang diinginkan,
merupakan besarnya keuntungan yang diinginkan oleh bank. Jika laba yang
diingankan besar, maka bunga pinjaman ikut besar dan demikian pula sebaliknya.
Keempat, jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin
tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa
mendatang. Kelima, kualitas jaminan, semakin liquid jaminan yang diberikan,
maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan. Keenam, reputasi
perusahaan, reputasi perusahaan atau bonafiditas perusahan yang akan
memperoleh kredit juga sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan
dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko
kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan sebaliknya, dll.
Motif seseorang ingin memiliki uang, antara lain :
1.
Motif transaksi (Transaction motive)
Alasan memiliki uang didasarkan pada keinginan
untuk membiayai transaksi dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2.
Motif berjaga-jaga (Precautionar motive)
Berjaga-jaga adalah alasan untuk
menghadapi keadaan darurat dan hal yang terjadi tanpa diduga.
3.
Motif spekulasi (Speculative motive)
Alasan spekulasi timbul karena adanya keinginan memperoleh keuntungan
berdasarkan ramalan dan penghitungan pada masa yang akan datang. Arti
spekulasi pada motif ini adalah spekulasi dalam pembelian dan penjualan
surat-surat berharga. Motif ini dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Apabila
tingkat suku bunga naik, maka harga surat-surat berharga akan turun. Jadi
naiknya tingkat suku bunga akan menaikkan permintaan untuk spekulasi dan
sebaliknya.
Dalam menjalankan usaha, Bank juga akan selalu
berhubungan dengan pasar modal (I3) karena di dalam Pasar Modal
inilah semua saham akan dijual. Bank akan membeli atau menjual saham atau
obligasi di pasar modal untuk memperoleh dana yang lebih tinggi dan merupakan
salah satu sarana bank dalam menginvestasikan uang nasabahnya. Dalam
menjalankan sistemnya, bunga simpanan yang diberikan di Pasar Modal lebih besar
daripada bunga yang diberikan kepada penabung (I3 > I1)
dan bunga pinjaman yang diberikan di Pasar Modal lebih kecil dibandingkan bunga
yang diberikan oleh Bank (I3 < I2). Selain itu, di
pasar modal juga menyediakan obligasi (diskonto), yaitu bunga dibayar di muka
dan juga stock deviden. Bagi para penabung, mereka akan dapat menambah kekayaan
mereka dengan bergabung di pasar modal tersebut, baik dengan mendapatkan
obligasi maupun dengan stock deviden.
Bagi penabung, selain dengan mendapatkan obligasi
dan stock deviden di pasar modal, dapat pula dengan membeli saham yang terdapat
di Pasar Modal. Misalnya, hari ini tanggal 28 Juni 2013, pukul 05.00 WIB, si
penabung membeli saham perusahaan A di Pasar Modal dengan harga Rp5000,-/lot.
Kemudian, dihari yang sama pada pukul 18.00 WIB harga saham perusahaan A tersebut
telah naik menjadi Rp8.000,-/lot. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh si
penabung dalam membeli saham di Pasar Modal adalah sebesar Rp3.000,-/lot.
Keuntungan ini dalam dunia pasar modal disebut dengan capital gain atau
biasa didefinisikan secara lebih rinci adalah keuntungan atas saham yang dibeli
atau selisih harga saham yang diperjualbelikan untuk jangka waktu yang cepat.
Namun, jika kondisinya si penabung tidak menjual sahamnya maka disebut dengan Potential Gain.
Tidak selamanya kasus pinjam meminjam selalu
berjalan mulus. Sebagai contoh, saat pihak Y mengalami kejadian yang tidak
terduga misal kematian, kabur, dll sementara dia belum mengembalikan uang yang
ia pinjam, maka pihak X yang akan menanggung semua resikonya jika kegiatan
pinjam meminjam dilakukan secara langsung. Namun, dalam hal ini, bank lah yang
bertanggung jawab secara sepenuhnya atas resiko tersebut oleh karena itu bank
dinamakan sebagai Risk Transfer.
Namun, tentunya bank tidak ingin sendiri dalam membayar sejumlah uang yang
tidak bisa dibayar oleh Kreditor. Dalam hal ini, pihak bank akan bekerja sama
dengan pihak asuransi untuk bersama-sama membayar kerugian yang diterima akibat
Kreditor tidak dapat membayar pinjaman tersebut.
Sebagai contoh, Misal Kreditor Y, meminjam dana
sebesar Rp. 100.000.000 kepada bank, kemudian Pihak bank akan mengasuransikan
sejumlah uang yang dipinjam oleh Y sebesar Rp. 100.000.000 ke pihak asuransi
ABC dengan membayar premi 1 juta untuk mengantisipasi kreditor Y gagal membayar
kepada pihak bank sehingga uang 100 juta yang seharusnya dibayar oleh Bank,
akan dicover oleh pihak asuransi. Lalu, asuransi ABC tentu akan berpikir ulang,
karena uang yang ia peroleh dari bank hanya sebesar Rp1.000.000,-/bulan, namun
jika terjadi gagal bayar oleh Kreditor maka ia harus membayar uang sebesar Rp100.000.000,-
kepada pihak bank. Dengan begitu, pihak asuransi ABC akan kembali
mengasuransikan dana tersebut kepada pihak asuransi lain, hal ini dilakukan perusahaan
asuransi untuk melindungi dirinya terhadap resiko asuransi dengan memanfaatkan
jasa dari perusahaan asuransi lain.
Jika
seandainya asuransi ABC hanya mampu menutup 20 juta dari 100 juta yang
dibutuhkan Bank untuk menutupi pinjaman Y, maka pihak asuransi ABC akan
melakukan reasuransi ke asuransi DEF dengan membayar premi Rp. 800.000,- /bulan.
Dengan begitu, jika terjadi gagal bayar oleh kreditor Y, maka dengan demikian
pihak asuransi ABC akan membayar 20 juta, dan pihak asuransi DEF akan membayar
80 juta untuk membayar kerugian yang terjadi. Terdapat banyak alasan yang
menyebabkan perusahaan asuransi melakukan reasuransi.
Pihak asuransi DEF juga tidak ingin menanggung biaya
yang besar akibat gagal bayar yang terjadi. Kemudian pihak asuransi ini juga
akan mengasuransikan dananya di asuransi GHI untuk bersama-sama membayar ganti
rugi apabila terjadi gagal bayar tersebut. Jika seandainya asuransi DEF hanya
mampu menutupi kerugian sebesar 25 juta dari 80 juta yang dibutuhkan untuk
menutupi pinjaman dari kreditor Y, maka pihak asuransi DEF akan membayar premi
ke asuransi GHI sebesar 550ribu untuk menutupi kekurangan sebesar 55juta. Proses
ini dinamakan retrosessi. Jadi, apabila terjadi suatu gagal bayar,
perusahaan asuransi ABC akan membayar R.20.000.000,- ; asuransi DEF akan
membayar Rp.25.000.000,- ; asuransi GHI akan membayar Rp.55.000.000,-. Namun,
di Indonesia hanya mengenal sampai dengan batas reasuransi, sehingga proses retrosessi terjadi di luar negeri,
misalnya di negara Singapura. Asuransi GHI berada di luar negeri, maka pihak
asuransi DEF membawa uangnya ke luar negeri. Inilah yang dinamakan dengan
capital flight.
Perusahaan asuransi GHI kemudian membangun Manajemen
Investasi (JK) untuk mendapatkan keuntungan agar mampu menutup kerugian atas
asuransi yang ditanggung. Kemudian perusahaan JK membuka beberapa perusahaan
kecil (misal perusahaan LM, NO, dan PQ), ketiga perusahaan ini akan
melakukan short selling di Pasar Modal. Kemudian, perusahaan
LM, NO, dan PQ akan berusaha untuk mendapatkan laba yang banyak yaitu dengan
cara mencari dana di Pasar Modal. Seperti yang telah kita ketahui, dalam Pasar
Modal, perusahaan (penginvestasi / penabung) dapat memperoleh dana dengan cara capital
gain. Kemudian perusahaan LM membeli saham Bank yang diterbitkan di pasar
modal sebesar 20%, lalu perusahaan NO juga membeli saham Bank di pasar modal
sebesar 20%. Perusahaan PQ pun juga ikut membeli saham Bank dengan presentasi
30%. Oleh karena itu maka tidak heran ketika suatu Bank menjual saham di bursa
Pasar Modal, maka pada akhirnya kepemilikan saham Bank tersebut akan dimiliki
oleh satu Perusahaan saja. Dengan begitu asuransi GHI mempunyai kendali penuh
atas Bank tersebut karena jumlah saham yang dimilikinya lebih dari 50%. Dan hal ini banyak dilakukan para investor / perusahaan
asing yang mempunyai dana besar dalam membeli saham di bursa Pasar Modal.
Salah
satu permasalahan yang muncul yaitu berkurangnya minat masyarakat atau nasabah
untuk meminjam uang ke bank karena tingkat bunga pinjaman bank yang relatif
tinggi. Oleh karena itu sangat dibutuhkan keseimbangan antara pihak surplus dan
pihak defisit, maka untuk meminimalisasi ketergantungan ini Bank harus
menemukan cara lain untuk memanfaatkan kas yang menganggur yaitu dengan
melakukan afiliasi dengan perusahaan lain.
Sebagai contoh bank membuka
perusahaan PT. Ceria untuk mendapatkan keuntungan dengan membuka usaha leasing yaitu perantara antara pembeli
dan penjual. PT. Ceria dijadikan sebagai
perantara antara Kreditor Y (pembeli) dan PT. AHAS (Penjual). Pihak
kreditor akan membeli kendaraan dari PT Ceria, kemudian PT. Ceria membeli
produk dari PT AHAS secara tunai dan Kreditor Y akan membayar cicilan tersebut
kepada PT. Ceria ditambah dengan bunga kredit tersebut yang merupakan
keuntungan untuk PT. Ceria. Bunga tersebut di simbolkan dengan I4.
Lalu Bank juga melakukan afiliasi dengan PT. GAMA dengan harapan PT. GAMA dapat
menghabiskan dana khusus untuk pinjaman dan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar. Kemudian PT. GAMA memutuskan untuk membuat pinjaman melalui kartu kredit
bank. Dengan begini, konsumen dipermudah hanya dengan melakukan transaksi
seperti biasa dan membayar tagihan kartu kredit setiap periode berakhir di
tambah dengan bunga biaya kartu kredit yang simbolkan dengan I4.
Kemudian perusahaan lain seperti PT. Jasa Marga, PT. Goral juga dapat melakukan
pinjaman yang sama kepada Bank. Hal ini
lah yang disebut dengan Arus Keuangan Dunia atau lebih dikenal dengan World Financial Flow.
Terima kasih, artikel yang menarik~
BalasHapusKunjungi :
Website Kami
Website Kami