BANK SEBAGAI
FINANCIAL INTERMEDIARY
Dalam dunia perbankan catatan informasi keuangan perusahaan
pada suatu periode akuntansi digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan
tersebut. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan atau
ringkasan dari transaksi – transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku
yang bersangkutan. Laporan keuangan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan berupa neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan
arus kas.
Di dalam akuntansi keuangan, neraca atau laporan posisi
keuangan menggambarkan kesehatan bank yang terlihat dari jumlah kekayaan
(harta), kewajiban (hutang) dan modal dari suatu perusahaan pada suatu periode.
Dari gambar di atas, dapat dilihat mekanisme bank dalam
menghimpun dan menyalurkan dana, di mana neraca terbagi menjadi dua yaitu
passiva (kegiatan dalam mencari sumber dana atau source of fund) dan assets
(kegiatan dalam pengalokasian dana atau use of fund).
Manajemen passiva adalah suatu proses di mana bank berusaha
mengembangkan sumber dananya untuk
memperoleh dana yang lebih (mengoptimalkan dana yang dihimpun untuk mendapatkan
keuntungan bagi bank) dalam rangka membiayai kegiatan operasinya. Dalam sisi
passiva dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu : dana pihak pertama
yang berasal dari pemilik dan laba bank. Dana pihak kedua yang diperoleh
melalui pasar uang serta dana pihak
ketiga yaitu dana paling besar yang berasal dari masyarakat berupa giro,
tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, setoran jaminan, serta
kewajiban lainnya yang segera dibayar.
Sumber
dana dari masyarakat merupakan sumber dana terpenting dalam kegiatan operasi
bank dan merupakan tolak ukur keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya
dari sumber dana ini. Jenis simpanan (rekening) untuk dana dari masyarakat di
bagi menjadi 3 bagian yaitu simpanan tabungan (saving deposit), deposito (time
deposit), dan giro (demand deposit). Tabungan (saving) adalah simpanan pihak
ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu. Deposito (time deposits) atau simpanan berjangka pihak ketiga pada
bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
menurut perjanjian antara pihak ketiga pada bank yang bersangkutan. Jangka
waktu tertentu misalnya 1, 3, 6, 12 bulan. Giro (demand deposits)
adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan mempergunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindahbukuan (bilyet giro).
Dana yang bersumber dari lembaga lain merupakan tambahan jika
bank mengalami kesulitan dalam pencarian dana untuk melakukan kegiatan operasi.
Sumber dana ini dapat diperoleh dari : Pertama, Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) yaitu kredit yang diberikan bank Indonesia kepada bank – bank
yang mengalami kesulitan likuiditas. Kedua, Pinjaman antar bank (Call Money)
pinjaman ini rata – rata diberikan kepada bank yang mengalami kalah kliring dan
tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek
dengan bunga yang relative tinggi. Ketiga, Surat Berharga Pasar Uang (SPBU)
yaitu pihak perbankan menerbitkan SPBU kemudian diperjual belikan kepada pihak
yang berminat. SPBU diterbitkan dengan tingkat bunga sehingga masyarakat
tertarik untuk membelinya.
Sumber dana Internal yaitu sumber dana modal sendiri dan dana
yang dihasilkan dalam perusahaan serta merupakan sumber dana jangka panjang
yang biasanya berasal dari laba ditahan, cadangan penyusutan, dan saham
pemilik.
Manajemen bank harus memperhitungkan seluruh biaya yang
dikeluarkan berkenaan dengan penghimpunan sumber dana yang akurat (cost of fund)
yaitu, I1 untuk
deposit, I2 untuk sekuritas, dan I3 untuk capitalnya
sebagai imbalan atau bunga untuk masyarakat agar mereka mau menanamkan kelebihan
dananya di bank.
Fungsi utama suatu bank adalah menghimpun dan penyaluran dana
dengan tujuan memperoleh keuntungan. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu
dilakukan dengan efektif dan efisien sehingga dapat di sesuaikan dengan rencana
penggunaan dana tersebut. Untuk mengalokasikan dana yang dihimpun, dengan
tujuan memperoleh keuntungan semaksimal mungkin sehingga dalam menyalurkan
sumber dana bunga pinjaman harus lebih besar dari biaya deposit (I1),
biaya sekuritas (I2), dan biaya untuk capitalnya (I3).
Pengalokasiannya dengan mengelola dana yang diperoleh dari penghimpunan, dalam
bentuk simpanan nasabah. Dalam pengalokasian dananya ke masyarakat, pihak
perbankan membebankan bunga dengan prosentase tertentu sesuai dengan penetapan
harga bunga oleh Bank Indonesia.
Pada bagian pengalokasian dana terdiri dari cadangan primer
berupa cash reserved (Kas dan saldo rekening Koran Bank pada Bank Indonesia dan
bank – bank lainnya). Tujuannya untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia yaitu
likuditas wajib minimum (min 8% dari deposito), keperluan operasi bank, semua
penarikan simpanan, dan permintaan pencarian kredit dari nasabah, penyelesaian
kliring antar bank dan kewajiban – kewajiban bank lainnya yang harus segera
dibayar. Cadangan sekunder berupa surat berharga seperti SPBU, SBI, SUN dan
surat berharga jangka pendek lainnya. Kemudian, Kredit / pinjaman yang
diberikan (PYD), penyaluran kredit dipengaruhi oleh ketentuan sebagai berikut :
Reserve Requirement (RR) adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan
sebagian dari dana pihak yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib
minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia, dan Loan
to deposit ratio (LDR) adalah rasio antar besarnya seluruh volume kredit
yang dsalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sektor, serta
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) adalah ketentuan tentang tidak
diperbolehkannya suatu untuk memberikan kredit (baik kepada nasabah tunggal
maupun kepada nasabh group) yang besarnya melebihi 20% dari besarnya modal yang
bersangkutan. Dan yang terakhir dari pengalokasian dana berupa other Assets
seperti pembelian tanah, pembangunan gedung, dan peralatan operasional bank.
Regulasi dalam pengalokasian assets
1.
Likuiditas
a. Kas
b. RKBI ( Rekening Koran Bank Indonesia)
= Legal Reserve Requirement, yaitu minimal 8% dari depositnya.
2.
LDR
(Loan to Deposit Ratio) maksimal 110%
LDR digunakan untuk menilai
likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana.
Loan to Deposit Ratio (LDR) menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan
kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Fungsi nya :
· Prudent
Bank : keterlibatan capital dalam pinjaman yang diberikan. Prudent bank terkait
dengan kolektibilitas kreditnya yaitu mengenai lancar tidaknya meminjam dalam
membayar pinjaman dan bunganya.
·
Likuiditas
·
Multiplier,
bank juga berperan sebagai lembaga pengganda nilai uang.
3.
Capital
Adequacy Ratio (CAR) minimal 20%
Rasio kecukupan modal yang berfungsi
menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi
CAR maka semakin baik kemampuan bank dalam menanggung risiko dari setiap kredit
yang berisiko.
PROSES KLIRING
Salah satu mekanisme dalam sistem pembayaran adalah kliring,
yaitu pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring
baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu. Bank Indonesia selaku otoritas sistem
pembayaran, menyadari sepenuhnya keperluan untuk memperlancar kegiatan sistem
pembayaran di Indonesia.
Gambar di atas menceritakan proses kliring.
Diilustrasikan sebagai berikut, misalnya Bank J, Bank I, Bank A, dan Bank N di
satu daerah, setiap pagi mereka selalu mengirim surat dan sore hari mereka
menerima balasan dari surat – surat atau warkat tersebut. Namun, kegiatan
seperti ini di rasa kurang efektif dan kurang efisien, sehingga Bank Indonesia
hadir dalam mengatur sistem kliring antar bank untuk menangani sistem
pembayaran giral seperti penggunaan cek/bilyet giro, jasa pelayanan transfer,
dan warkat lain seperti sertifikat deposit, nota kredit, dan nota debit dengan
syarat setiap bank harus memiliki rekening Koran pada bank Indonesia sebesar
minimal 8% dari deposito. Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat memberikan
persetujuan kepada bank lainnya (bank umum) untuk melakukan kegiatan kliring.
Proses Kliring Melalui
Giro dan Tabungan
Gambar
di atas menunjukkan proses kliring yang terjadi di satu daerah yang sama,
contoh Jakarta. Dalam kasus ini mekanisme transfer pembayaran melalui giro yang
tentu saja hal ini menggunakan sistem kliring. Misalkan Ian (nasabah Bank B),
seorang ekportir ingin membeli barang Jihan (nasabah Bank A). Ian membayar
barang dagang jihan dengan menggunakan cek sebesar 100 juta. Jika jihan
mencairkan cek melalui Bank A, maka itu tidak menimbulkan masalah, namun jihan
ingin mencairkan cek melalui Bank B sehingga terjadilah proses kliring. Kemudian
Jihan membawa cek yang diberikan oleh Ian ke Bank B. Bank B lalu menagih uang
100 juta tersebut ke Bank A melalui Bank BI. Surat yang dikirim oleh Bank B mengirimkan
nota debit ke BI keluar, sedangkan Bank B menerima nota debit masuk. Jika ada
nota debit keluar, maka rekening Koran pada BI akan bertambah, sedangkan jika
menerima nota debit masuk, maka rekening Koran pada BI akan berkurang.
Jika
dana Bank A di atas batas minimum Giro Wajib Minimum >8%, maka Bank
Indonesia akan mengambil dana Bank A
dengan memberikan surat nota debet masuk ke Bank A untuk memberikan
informasi mengenai pengambilan dana Bank A untuk mencarikan cek dari Ian. Maka pada
neraca Bank Indonesia, R/K Bank A akan berkurang (debet) dan R/K Bank B akan
bertambah (kredit).
Sedangkan
untuk transfer uang melalui tabungan pribadinya, misalkan Ian ingin mengirimkan
uang sebesar 50 juta ke rekening tabungan jihan. Maka Bank A akan mengirimkan
nota kredit keluar ke Bank B melalui BI dan Bank B akan menerima nota kredit
masuk. Maka RKBI bank B akan bertambah. Untuk itu pada neraca Bank Indonesa,
R/K Bank A akan berkurang (debet) dan R/K Bank B bertambah (Kredit). Pada neraca Bank A,
mendebet tabungan Ian dan mengkredit R/K BI, sedangkan pada neraca Bank B, mendebet
R/K BI dan mengkredit tabungan jihan.
PENOLAKAN, MENANG DAN
KALAH KLIRING
Gambar
ini mengilustrasikan penolakan kliring. Pada kasus ini hampir sama dengan
transfer pembayaran melalui giro, hanya terdapat satu perbedaan ketika Bank B
memberikan surat nota debet keluar kepada Bank Indonesia tetapi setelah di cek,
Giro Wajib Minimum Bank A berada di bawah 8%, maka Bank Indonesia memiliki
kebijakannya yaitu melakukan penolakan kliring. Penolakan ini akan membuat Bank
A kalah kliring sedangkan Bank B akan mengalami menang kliring. Penolakan
kliring dilakukan jika saldo nasabah tidak mencukupi, tanda tangan tidak cocok,
cek rusak, dll. Misal, saldo giro ian hanya 10 juta, namun cek yang ingin
dikirim ke jihan sebesar 50 juta. Maka Bank A dapat mengirim tolakan kliring ke
Bank Indonesia kemudian disampaikan lagi tolakan kliring itu ke Bank B. Jika
terjadi penolakan kliring, maka Rekening Koran masing – masing Bank harus
dikembalikan seperti semula.
Pada
kasus menang atau kalah kliring, Misalnya, Bank A memiliki deposit sebesar 100.000.000
dengan GWM minimal 8% sebesar 8.000.000. Kemudian Bank menyimpan KLBI sebesar
10 juta (excess reserved (ER) sebesar 2 juta). Jika terjadi proses kliring sebesar
4 juta, maka bank A hanya memiliki Giro Wajib Minimum saat ini sebesar 6 juta
yang artinya bank A masih memiliki kekurangan 2 juta untuk memenuhi kebijakan
GWM. Kekurangan 2 juta ini dapat di atasi dengan meminjam Bang ke Bank lain. Pinjaman
Bank lain ini dinamakan Call money dengan suku bunfa overnight (jika bunga
tabungan pertahun (PA) 10%, maka bunga call money 10% per malam (ON)). Bank A
harus melakukan call money dan bank A juga tidak bisa seenaknya menambah jumlah
R/K BI karena pada kebijakan BI, setiap bank hanya dapat menyetor uang dalam 10
hari kerja atau 2 minggu.
Kliring dan Transfer
antar wilayah
Diasumsikan, ian (nasabah bank A) berada di Jakarta,
sementara Jihan (nasabah Bank B) berada di Wamena. Ian ingin mentransfer
sejumlah dana dari rekening miliknya di Bank A Jakarta sebesar 50 juta ke
rekening jihan di Bank B yang berada di Wamena. Karena proses kliring ini
terjadi di Bank dan wilayah yang berbeda maka bank A tidak dapat langsung
melakukan kliring, sehingga proses kliring ini harus menyertai proses transfer.
Ada dua cara untuk menyelesaikan proses kliring. Pertama,
Bank A Jakarta melakukan transfer ke Bank A di wamena. Kemudian, Bank A Wamena
akan melakukan proses kliring ke cabang BI di wamena. Lalu BI di wamena akan
melakukan proses kliring ke Bank B Wamena. Cara kedua, Bank A di Jakarta
melakukan proses kliring ke BI Jakarta. Kemudian BI Jakarta akan melakukan
proses kliring ke Bank B di Jakarta, lalu Bank B Jakarta akan mentransfer dana ke
Bank B yang ada di Wamena, kemudian menambahkan dana tersebut ke rekening
Jihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar