ANALISIS
PERBANDINGAN BANK SENTRAL DI EMPAT NEGARA ASEAN PADA TAHUN 2008, 2009 DAN 2010
Asteria
Elanda Kusumaningrum (21211267)
Dewi
Lestari (21211959)
Dwi
Anggraini (22211224)
J.
Asfirotun (27211827)
Linda
Fatmawati Alfi (28211700)
SMAK05
Abstrak
Globalisasi
menghadirkan tantangan yang beragam dan persaingan yang ketat bagi setiap
sektor industri, termasuk bagi industri perbankan. Negara-negara yang tergabung
dalam The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) beranggotakan 10
negara seperti Indonesia, Thailand, Philippine, Singapore, Brunai Darussalam,
Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. Metode yang digunakan dalam jurnal ini
adalah sumber data historis dimana data sekunder diambil dari laporan
perusahaan perbankan di Negara Indonesia, Philippine, Thailand dan Malaysia
dari tahun 2008, 2009, dan 2010. Data Bank Indonesia berasal dari direktori
perbankan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dan publikasi yang dibuat
oleh Jakarta Stock Exchange (JSX), Malaysia dari direktori yang dikeluarkan
oleh Bank Negara Malaysia (BNM) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) atau
Bursa Malaysia, Thailand dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank of Thailand
(BOT) dan Stock Exchange of Thailand (SET), Philippina dari direktrori yang
dikeluarkan oleh Banko Sentral ng Philippines (BPS) dan Philippine Stock
Exchange (PSE). Adapun kesimpulan dari jurnal ini adalah indikator
ekonomi dan moneter di Bank
Indonesia,
Bank Negara Malaysia, Bank of Thailand, dan Banko Sentral ng Philippines dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan.
Kata
kunci: Indikator ekonomi dan moneter, Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia,
Bank of Thailand, dan Banko Sentral ng Philippines.
Pendahuluan
Peranan bank sentral dalam sistem perekonomian suatu
negara sangatlah penting, terutama berhubungan dengan financial markets.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh bank sentral terhadap interest
rate, penentuan jumlah kredit dan jumlah uang beredar, yang semuanya
mempengaruhi financial markets serta tingkat inflasi. Bank sentral
mempunyai fungsi sebagai lender of last resort. Fungsi sebagai lender
of last resort ini adalah fungsi bank sentral dalam mengatasi kesulitan
yang di alami oleh perbankan yang tidak sering terjadi. (Hary Koot, 2010). Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sangat
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan ini terletak pada fungsi
utama perbankan yaitu sebagai lembaga intermediasi. Perbankan menghubungkan
pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, sehingga
keberadaannya dapat mendorong alokasi sumber daya ekonomi menjadi lebih
efektif. (eko Listiyanto dan Asfi
Manzilati, 2007).
Menurut Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi dunia
pada tahun 2012 cenderung terus menurun dengan mencatat pertumbuhan sebesar
3,2% dibandingkan tahun sebelumnya 3,9%. Perekonomian global pada tahun 2012
tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Melambatnya
pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh perekonomian negara – negara maju
yang tumbuh rendah, bahkan negara – negara di kawasan Eropa mengalami kontraksi
ekonomi. Sedangkan untuk negara - negara berkembang masih tumbuh tinggi
meskipun mengalami penurunan. Likuiditas global yang melimpah akibat kebijakan
stimulus di negara – negara maju, mengalir ke pasar keuangan negera – negara
berkembang. Dari sisi inflasi, pelemahan permintaan global mendorong
terkendalinya tekanan inflasi dan turunnya harga komoditas. Oleh karena
pentingnya industri perbankan bagi perekonomian nasional, maka sektor ini perlu
dikelola dan dikembangkan secara efektif dan efisien.
Perbankan merupakan suatu industri yang paling
banyak menghadapi regulasi dibandingkan dengan industri lainnya, dan aturan
tentang modal bank adalah salah satu
aspek yang paling sering diregulasi. Regulasi ini muncul oleh karena
terjadinya krisis perbankan pada tahun 1980an dimana bank mengalami masalah
ketidakmampuan untuk membayar seluruh hutang-hutangnya (insolvency).
Dalam perspektif keuangan, solvency ini menggambarkan hubungan antara
ekuitas, hutang, dan tingkat resiko dari aset atau sangat terkait dengan
struktur modal. Struktur modal pada masa krisis ini ditunjukan dengan banyaknya
bank memiliki networth atau ekuitas negatif. (Pasaman Silaban, 2007)
Era globalisasi yang
ditandai dengan menyatunya negara-negara di dunia, mengakibatkan batas-batas negara
di bidang ekonomi, keuangan, sumber daya dan informasi semakin kabur.
Perkembangan teknologi informasi dan terbukanya perdagangan dunia mempengaruh
pada pertumbuhan ekonomi dan perbankan nasional. Keterlibatan Indonesia dalam
era globalisasi ekonomi yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan dan
investasi tidak dapat dihindari lagi (Nopirin, 1998). Globalisasi menghadirkan
tantangan yang beragam dan persaingan yang ketat bagi setiap sektor industri,
termasuk bagi industri perbankan. Negara-negara yang tergabung dalam The Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) beranggotakan 10 negara seperti Indonesia, Thailand, Philippine,
Singapore, Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja yang telah
melakukan kerja sama dalam Asean Free
Trade Area (AFTA), serta bersama Negara-negara Asia – Pasifik lainnya
menjalin kerja sama di bidang ekonomi dalam Asia
Pasific Economic Cooperation (APEC) bertujuan menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) pada
tahun 2020 dan mengarah pada glabalisasi ekonomi.
Sector yang berpengaruh dalam menyosong AEC dan era
globalisasi adalah industri perbankan, karena dengan peranan bank sebagai
lembaga perantara keuangan makin dibutuhkan. Sistem Perbankan Indonesia
mengalami perbaikan pada struktur permodalannya maupun pengembangan kualitas
sumbur daya manusiannya sehingga perlu meningkatkan implementasi risk
management, penerapan good corporate (GCG) dan regulasi perbankan Indonesia yang
mampu mendorong kearah persaingan global. (M. Laksono Tri Rochmawan, 2004)
Bank Indonesia (BI)
sebagai otorisasi perbankan di Indonesia mengeluarkan cetak biru (blue print)
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam rangka perbaikan struktur perbankan
Indonesia. API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang
bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, serta tatanan industri
perbankan dalam waktu lima sampai
sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa
datang oleh API dilandasi visi mencapai sistem perbankan yang sehat, kuat, dan
efisien dengan tujuan menciptakan kestabilan sistem keuangan dan membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (www.bi.go.id).
API menjadi kebutuhan bagi perbankan Indonesia untuk memperkuat fundamental
industri perbankan nasional. Dalam mewujudkan visi API, BI mencanangkan enam
pilar ,yaitu
1.
Menciptakan Struktur Perbankan Domestik
yang sehat
2.
Menciptakan Sistem Pengaturan dan
Pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar Internasional
3.
Menciptakan industri perbankan yang kuat
dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi
risiko
4.
Menciptakan tata kelola perusahaan yang
baik ( good corporate govermence)
5.
Mewujudkan Infrastuktur yang lengkap
Struktur perbankan dalam blue print API
juga akan mengelompokkan bank-bank berdasarkan modalnya, yaitu :
1.
Diatas Rp 50 trilyun masuk kelompok “
bank internasional “
2.
Diatas Rp 10 trilyun sampai 50 trilyun masuk
kelompok “ bank nasional “
3.
Diatas Rp 100 milyar - 10 trilyun masuk
kelompok “ bank dengan kegiatan usaha terfokus atau segmen usaha tertentu “
4.
Dibawah Rp 100 milyar masuk kelompok “
bank dengan kegiatan usaha terbatas”.
Pengelompokan berlaku
mulai tahun 2010 yang mendorong bank-bank Indonesia mampu berkompetisi secara
nasional maupun internasional dengan meningkatkan kualitas manajemen dan
operasional perbankan serta kinerja keuangannya (www.bi.go.id)
. Selain itu bank-bank akan berusaha meningkatkan modalnya untuk dapat
menempatkan dirinya sebagai bank dalam kelompok yang menjadi target pasarnya.
Kondisi perusahaan yang
rentan terhadap gejolak ekonomi makro dapat diketahui dengan mendeteksi kinerja
keuangannya. Sebelum masa krisis moneter 1997, kinerja keuangan perbankan di
Indonesia mengalami masalah, namun hal tersebut tidak teridentifikasi secara
empiris. Kenyataannya sejumlah bank di Indonesia ada yang dilikuidasi,
pembentukan operasi bank, diambil alih (take over) oleh Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan berberapa bank lainnya direkapitalisasi, karena
kinerjanya tidak memenuhi persyaratan normal operasi bank. Kondisi yang sama
juga dialami oleh negar-negara ASEAN lainnya dengan tingkat kesulitan yang
berbeda–beda. Machfoedz (1999) melakukan penelitian dari kinerja
perusahaan-perusahan manufaktur yang go-public di pasar modal ASEAN, dan
hasilnya membuktikan terdapat perbedaan kinerja keuangan masing-masing negara
yang disebabkan karena adanya dampak krisis moneter dari indicator ekonomi dan
moneter masing-masing negara.
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di negara-negara ASEAN yang berbeda akan memberikan
gambaran pada negara-negara tersebut dalam mengelolah ekonomi dan moneternya
dan bagaimana sector perbankan mengantisipasikan kondisi ekonomi dan moneter
negara-negara ASEAN dalam pengolahan perekonomian dan moneter di negara
masing-masing (Lihat Tabel 1.1)
Sektor perbankan
sebagai lembaga perantara mempunyai peran yang dominan dalam menggerakan sektor
riil. Jika bank yang mengalami masalah, maka dapat memberikan dampak yang buruk
bagi sector ekonomi untuk mengantisipasi hal tersebut bank sentral pada masing-masing
negara ASEAN berupaya melakukan pengawasan dan pembaharuan regulasi untuk
mendorong industri perbangkan agar selalu dalam keadaan sehat.
TABEL
1.1,
PERBANDINGAN
INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER
NEGARA-NEGARA
ASEAN TAHUN 2010
Indikator Ekonomi dan Moneter
|
Indonesia
|
Malaysia
|
Philippine
|
Thailand
|
Growth of Broad Money (M2, y-0-y %)
|
15.40229
|
7.15735
|
10.71219
|
10.94290
|
Nonperforming Loan (% of
commercial bank Loans)
|
2.56000
|
2.30000
|
2.88000
|
3.57000
|
Rate of Return on Commersial Bank Assets (% per annum)
|
2.90000
|
1.50000
|
1.65236
|
1.00000
|
Rate of Return on Commersial Bank Equity (% per annum)
|
26.10000
|
16.30000
|
16.68950
|
10.00000
|
Risk- Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
|
17.18000
|
14.35126
|
17.27000
|
16.08000
|
Bank yang bermasalah
secara ekonomi akan mengganggu aliran kredit kepada kominitas local (Gilbert
dan Kochin, 1989), mengganggu kegiatan sistem pembayaran (Gilbert dan Dwyer,
1989) dan mengurangi jumlah supply uang (Friedman dan Swartz, 1963 dalam
Gilbert dan Mayer, 1999). Indicator-indikator ekonomi dan moneter dilima Negara
ASEAN tersebut akan memacu Negara yang mempunyai indicator kurang baik untuk
kinerjanya. Negara-negara tersebut diharapkan melakukan suatu kerjasama dalam
menanggulangi masalah ekonomi secara regional. Dalam bidang perbankan,
Negara-negara ASEAN telah melakukan kerjasama antar bank dalam The ASEAN BANKERS ASSOCIATION (ABA).
Penilaian kinerja
keuangan perbankan di Indonesia diperbandingkan dengan perbankan ASEAN lainnya,
akan diketahui tingkat efesiensi dan posisi keuangannya serta sejauh mana
pengelolaan dilakukan dengan baik. Disamping itu dengan adanya API yang
dikeluarkannya BI, akan dapat mendorong perbankan Indonesai mampu bersaing
dengan Negara lain. Penilaian kinerja keuangan bank disamping dibutuhkan oleh
pemegang saham (principal), juga
diperlukan oleh stakeholder lainnya,,
misalnya oleh pemerintah, karyawan dan pihak-pihak lain yang mempunyai
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi bank.
Penilaian kinerja dalam industry perbankan umumnya digunakan lima aspek
bpenilaian, yaitu : Capital, Assets
Quality, Management, Earnings dan Liquidity (CAMEL).
Bank sebagai lembaga
kepercayaan merupakan perusahaan yang lebih ketat pengawasannya dan terikat
dengan berbagai ketentuan otoritas pengawasan masing-masing Negara (regulated). Secara internasional, Bank for International Settlement
Pada dasarnya ada tiga
pengukuran yang menjadi acuan untuk seluruh negara dalam melakuakan penilaian
kinerja suatu perusahaan yang berasal dari profitabilitas (profitability),
pertumbuhan (growth), dan posisi keuangan (finance position)
Informasi keuangan
berupa rasio keuangan dan variable keuangan lainnya (size growth)dalam
memprediksi kegagalan bank. Teknik yang digunakan untuk menganalisis laporan
keuangan adalah analisis rasio keuangan yang merupakan suatu proses
pertimbangan dengan tujuan utamanya mengidentifikasi perubahan pokok dalam
kecenderungan, jumlah dan hubungan serta alasan yang mendasari perubahan pokok
tersebut. Selain itu, manfaat informasi keuangan melalui analisis rasio juga untuk
memprediksi pertumbuhan laba (Machfoedz, 1994), kegunaan rasio untuk menyusun
rating bank (Whale dan Thomson, 1988) dan kegunaan rasio untuk memprediksi
keadaan keuangan perusahaan pada masa yang akan datang (Sinkey, 1975).
Sedangkan penelitian
perbandingan antar negara mengenai perbankan antara lain dilakukan oleh Faried
(1998) yang meneliti perilaku tabungan di Negara-negara ASEAN dan Negara
industri maju. Hail penelitian menggambarkan bahwa perilaku tabungan di Negara
berkembang berbeda dengan Negara maju. Nurmadi (2000) meneliti tentang kinerja
bank dengan mengevaluasi perbandingan kinerja perusahaan perbankan di Indonesia
dan Thailand. Hasilnya memberikan gambaran bahwa ada perbedaaan yang signifikan
dan secara keseluruhan kinerja perbankan
Indonesia lebih baik dibandingkan kinerja perbankan Thailand.
Bearth et al (1997) melakukan
penelitian tentang struktur bank komersial, regulasi dan kinerjanya dengan
studi perbandingan secara internasional. Hasilnya menggambarkan bahwa setiap
Negara memiliki aspek yang berbeda karena memiliki karakteristik yang berbeda,
kecuali pada Negara Amerika dan Jepang. Mintong dan Qiuyue (2001) melakukan
penelitian tentang perbandingan dominasi perbankan di Hongkong, Singapura, dan
China terutama tentang peristiwa marger dan akuisisi pada kasus industri
perbankan Asia. Hasilnya menunjukan adanya persepsi yang berbeda di setiap
Negara dalam melakukan merger dan akuisisi.
Abdul Karim(2001)
melakukan perbandingan efesiensi bank-bank di ASEAN. Hasil penelitian
menunjukan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat
efesiensinya. Hasil lainnya menunjukan bahwa rata-rata bank di ASEAN mengalami
peningkatan keuntungan dan bank-bank besar menunjukan efesiensi biaya yang
lebih tinggi dibandingkan bank-bank kecil.
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, kami menggunakan sumber data
historis dimana data sekunder diambil dari laporan perusahaan perbankan di
Negara Indonesia, Philippine, Thailand dan Malaysia dari tahun 2008, 2009, dan
2010 yang dipublikasikan untuk umum serta tercantum dalam direktori perbankan
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI)
dan publikasi yang dibuat oleh Jakarta
Stock Exchange (JSX) untuk perbankan di Indonesia. Sedangkan untuk tiga
negara ASEAN lainnya, kami peroleh dari data-data yang dipublikasi secara relevan,
yaitu : Malaysia dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank Negara Malaysia
(BNM) dan Kuala Lumpur Stock Exchange
(KLSE) atau Bursa Malaysia, Thailand dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank
of Thailand (BOT) dan Stock Exchange of Thailand (SET), Philippina dari
direktrori yang dikeluarkan oleh Banko
Sentral ng Philippines (BPS) dan Philippine
Stock Exchange (PSE). Sedangkan publikasi yang lebih lengkap diperoleh dari
web masing-masing perusahaan bank di tiap-tiap negara ASEAN yang menjadinsampel
penelitian ini. Adapun data-data tersebut juga dapat diakses melalui www.aric.adb.com.
B.
Populasi
dan Prosedur Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, populasi yang kami ambil
adalah bank-bank komersial (commercial banks) baik bank domestic/local, maupun
bank asing yang terdaftar pada bank sentral negara-negara ASEAN pada tahun
2008, yaitu : Indonesia (Bank Indonesia)
sebanyak 119 bank, Malaysia (Bank Negara
Malaysia) sebanyak 22 bank, Thailand (Bank of Thailand) sebanyak 44 bank, dan Philippina (The Bangko Sentral ng
Pilipinas) sebanyak 42 bank.
Kami menggunakan data bank-bank di empat negara
tersebut, dikarenakan data-data di negara lain di kawasan ASEAN selain keempat
negara-negara lain di kawasan ASEAN selain keempat negara diatas yaitu Brunai
Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja sulit ditemukan datanya,
sedangkan perbankan di Singapore data tersedia, namun jumlah bank lokal sangat
kecil dibanding dengan milik asing disamping perkembanagan indicator ekonomi dan
moneter negara Singapura relative paling baik dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya.
Penentuan sampel dari populasi pada penelitian ini
akan diperoleh dengan purposive sampling yang didasarkan pada kreteria, sebagai
berikut :
a. Perusahaan
perbankan adalah bank umum (commercial
bank) baik milik pemerintah, swasta (local)
maupun asing (foreign) yang ada
dinegara masing-masing.
b. Perusahaan
perbanakan adalah bank devisa dan atau bank go
public.
c. Bank-bank
tersebut ditemukan telah menerbitkan (mempublikasikan) laporan keuangan tahunan
(Annual Report) pada tahun 2008, 2009
.
d. Laporan
keuangan harus mempunyai tahun buku yang
berakhir 31 Desember, hal ini untuk menghindari danya waktu parsial dalam
perhitungan rasio keuangan.
C.
Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang kami gunakan dalam
penelitian ini ialah dokumentasi, yaitu mengumpulkan data tertulis baik dari
dokumen-dokumen yang sudah ada maupun dari literatur-literatur pendukung
lainnya. Dokumen tama dalam pengumpulan data adalah laporan keuangan tahunan
(Annual Report) beserta catatan-catatannya pada tiap bank yang menjadi samper,
serta dari data yang kami akses melalui www.aric.adb.org
PEMBAHASAN
BANK INDONESIA
Bank Indonesia
mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai
rupiah. Hal ini mengandung dua aspek yakni kestabilan nilai mata uang rupiah
terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi; serta kestabilan
nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada
perkembangan nilai tukar. Dari segi pelaksanaan tugas dan wewenang, Bank
Indonesia menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi melalui penyampaian
informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media massa setiap awal
tahun mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter, dan serta rencana
kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter pada tahun yang akan
datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan
DPR sesuai dengan amanat Undang-Undang. (www.bi.go.id)
Jumlah bank
komersial yang terdaftar di BI adalah 119 bank yang terdiri 5 Bank Persero
(BUMN), 38 Bank Devisa Lokal, 42 Bank Non Devisa lokal, 24 Bank Campuran dan 10 Bank Asing.
Untuk mengetahui kondisi perkembangan ekonomi dan moneter di Indonesia sebagai
indikator perkembangan ekonomi yang mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan
riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi
dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad
Money (M2, y-o-y, %)
|
14,92288
|
12,95177
|
15,40229
|
Nonperforming
Loans (% of commercial bank loans)
|
3,20000
|
3,31000
|
2,56000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Assets (% per annum)
|
2,30000
|
2,60000
|
2,90000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Equity (% per annum)
|
23,90000
|
26,30000
|
26,10000
|
Risk-Weighted
Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
|
16,76000
|
17,42000
|
17,18000
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 15,4 persen,
yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi
masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit
bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,56 persen, sehingga
tingkat pengembalian aset bank umum meningkat hingga 2,9 persen. Berbalik dari
tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum
menurun hingga 26,1 persen.
Capital
Adequacy Ratio menurut Lukman
Dendawijaya ( 2000:122 ) adalah Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat
berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank
disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti
dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain.
Sehingga dapat
diartikan bahwa kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18
BANK NEGARA MALAYSIA
Didirikan pada 26 Januari 1959 di bawah Bank Sentral
Malaysia Act 1958 (CBA 1958). CBA 1958 telah dicabut oleh Bank Sentral Malaysia
Act 2009 yang berlaku efektif pada tanggal 25 November 2009. Ini adalah badan
hukum yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Malaysia dengan modal
disetor semakin meningkat, saat ini di RM100 juta. Bank melaporkan kepada
Menteri Keuangan, Malaysia dan membuat Menteri diberitahu tentang hal yang
berkaitan dengan kebijakan moneter, dan sektor keuangan.
Peran
dan Fungsi
Di antara
peran utama Bank adalah melakukan bijaksana kebijakan moneter, yang telah melihat
umumnya rendah dan stabil inflasi selama puluhan tahun dan dengan demikian,
menjaga daya beli ringgit. Bank juga bertanggung jawab untuk mewujudkan
stabilitas sistem keuangan dan mendorong sektor keuangan yang sehat dan
progresif. Saat ini sudah ada di tempat sektor keuangan yang terdiversifikasi
dengan baik, komprehensif dan tangguh, yang mampu memenuhi kebutuhan yang
semakin canggih konsumen dan bisnis, dan yang telah menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi.
Bank juga
memainkan peran perkembangan yang signifikan, termasuk pembangunan
infrastruktur sistem keuangan dengan penekanan utama ditempatkan pada membangun
sistem pembayaran yang efisien dan aman bangsa serta institusi yang diperlukan
(termasuk Securities Commission, KLSE, sekarang dikenal sebagai Bursa Malaysia
dan Kredit Penjaminan ) yang penting untuk membangun sistem keuangan yang komprehensif,
kuat dan tangguh.
Bank secara
aktif mempromosikan inklusi keuangan, yang telah menyebabkan peningkatan akses
ke layanan keuangan untuk semua sektor ekonomi dan segmen masyarakat, sehingga
mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Peran penting
lain dari Bank yang menjadi bankir dan penasihat Pemerintah, memainkan peran
aktif dalam memberi nasihat tentang kebijakan makroekonomi dan mengelola utang
publik. Hal ini juga satu-satunya otoritas dalam mengeluarkan mata uang serta
mengelola cadangan devisa negara.
Peran Bank
didukung oleh 39 departemen / unit di Tepi mencakup tujuh bidang fungsional
sebagai berikut:
Terutama
menyediakan dukungan teknis yang baik dan penelitian tentang isu-isu terkait
dengan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan perumusan kebijakan moneter dan
kredit dalam mempromosikan stabilitas moneter dan menjamin ketersediaan kredit
yang memadai untuk membiayai pertumbuhan ekonomi. Mengelola likuiditas domestik
dan nilai tukar untuk memastikan bahwa target kebijakan moneter yang dicapai
serta mengelola cadangan eksternal untuk menjaga nilai dan mengoptimalkan
pendapatannya. Ini juga memiliki tanggung jawab memberikan nasihat dan bantuan
kepada Pemerintah di bidang utang dan pengelolaan dana dan memberikan
kontribusi untuk pengembangan pasar keuangan domestik. Mempromosikan stabilitas
sektor keuangan melalui pengembangan progresif berkelanjutan, kuat dan sehat
lembaga keuangan dan infrastruktur keuangan, sehingga memungkinkan industri
keuangan lokal yang kompetitif untuk menjadi tahan terhadap lingkungan masa
depan berubah serta memimpin inisiatif untuk meningkatkan akses terhadap
pembiayaan. Hal ini juga merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan strategi
terhadap bangunan dan posisi Malaysia sebagai perdana menteri terintegrasi
Pusat Keuangan Islam dan meningkatkan kemampuan keuangan konsumen.
Mengembangkan kebijakan dan strategi untuk mempromosikan handal, aman dan
efisien kliring, settlement dan sistem pembayaran di Indonesia. Mengembangkan,
meningkatkan dan menerapkan kerangka kerja pengawasan yang efektif untuk
memastikan keselamatan dan kesehatan lembaga keuangan dan untuk menegakkan
praktik yang sehat di dalamnya. Spearhead manajemen strategis,
organisasi-kinerja manajemen Bank dan fungsi manajemen program untuk mendorong
proses peningkatan kinerja dan penguatan kapasitas Bank. Hal ini juga memimpin
dan mendorong inisiatif sumber daya manusia dan kegiatan strategis lainnya
untuk memastikan bahwa kerangka Human Capital Management secara keseluruhan
diterapkan secara efektif.
Fungsi
komunikasi telah diasumsikan semakin penting dalam menanggapi tuntutan tinggi
dari berbagai pihak, mencari transparansi dan pengungkapan. (www.bnm.gov.my).
Jumlah bank
komersial/umum yang tercatat pada BNM adalah sebanyak 25 bank komersial yang
terdiri dari 10 bank milik local, 13 bank milik asing dan 2 bank umum dengan
sistem syariah milik local. Kondisi ekonomi dan moneter di Malaysia sebagai
indikator-indikator bahwa perkembangan ekonomi juga mempengaruhi kondisi sektor
perbankan dan riil dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi
dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad
Money (M2, y-o-y, %)
|
13,37150
|
9,50967
|
7,15735
|
Nonperforming
Loans (% of commercial bank loans)
|
2,20000
|
1,78837
|
2,30000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Assets (% per annum)
|
1,50000
|
1,30000
|
1,50000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Equity (% per annum)
|
17,60000
|
13,40000
|
16,30000
|
Risk-Weighted
Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
|
12,16657
|
14,89589
|
14,35126
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Malaysia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar menurun hingga 7,157 persen,
yang berarti terjadi deflasi dan penurunan harga barang dan jasa, sehingga
konsumsi masyarakat yang awalnya menurun menjadi meningkat. Namun demikian
kredit bermasalah (macet) mengalami peningkatan hingga 2,3 persen dan tingkat
pengembalian aset bank umum meningkat hingga 1,5 persen. Sejalan dengan tingkat
pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat
hingga 16,3 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai
akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko
menurun hingga 14,35.
Bangko
Sentral ng Pilipinas
The
Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) adalah bank sentral Republik Filipina. Ini
didirikan pada tanggal 3 Juli 1993 sesuai dengan ketentuan dari 1987 Konstitusi
Filipina dan New Central Bank Act of 1993. BSP mengambil alih dari Bank Sentral
Filipina, yang didirikan pada tanggal 3 Januari 1949 sebagai otoritas moneter
sentral negara itu. BSP menikmati otonomi fiskal dan administrasi dari
Pemerintah Nasional dalam mengejar tanggung jawab yang dimandatkan. Logo BSP
baru adalah bentuk bulat sempurna dengan warna biru yang memiliki tiga bintang
emas dan bergaya Filipina elang diberikan pada stroke putih. Unsur-unsur utama
dibingkai di sisi kiri dengan tulisan teks "Bangko Sentral ng
Pilipinas" ditegaskan oleh garis emas ditarik dalam setengah lingkaran.
Sisi kanan tetap terbuka, menandakan kebebasan, keterbukaan, dan kesiapan BSP,
yang diwakili oleh Filipina elang, melambung dan terbang menuju tujuan.
Menempatkan semua elemen bersama-sama adalah latar belakang biru solid untuk
menandakan stabilitas.
Elemen pokok:
1. The Philippine Eagle burung nasional kita, adalah elang terbesar di dunia
dan merupakan simbol kekuatan, visi yang jelas dan kebebasan, kualitas yang
kita bercita-cita untuk sebagai bank sentral. 2. Tiga bintang merupakan tiga
pilar bank sentral: stabilitas harga, sistem perbankan yang stabil, dan sistem
pembayaran yang aman dan handal. Hal ini juga dapat diartikan sebagai
representasi geografis keprihatinan yang sama BSP untuk dampak kebijakan dan
program pada semua orang Filipina, apakah mereka berada di Luzon, Visayas atau
Mindanao.
Warna :1.
Latar belakang biru menandakan stabilitas. 2. Bintang-bintang tersebut
diberikan di emas untuk melambangkan kebijaksanaan, kekayaan, idealisme, dan
kualitas tinggi. 3. Warna putih dari elang dan teks untuk BSP mewakili
kemurnian, netralitas, dan kejernihan mental.
Font atau Tipe Wajah: Non-serif, berani untuk
"Bangko Sentral Pilipinas NG" untuk menyarankan soliditas, kekuatan,
dan stabilitas. Penggunaan font non-serif ditandai dengan garis bersih
menggambarkan secara profesional tanpa basa-basi melakukan bisnis di BSP.
Bentuk: Bentuk bulat untuk melambangkan pencarian berkelanjutan dan tak berujung untuk menjadi otoritas moneter baik berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup warga Filipina. Bentuk ini bulat juga menggugah koin kami, unit dasar mata uang kita. (www.bsp.gov.ph).
Jumlah bank
umum yang disupervisi oleh BSP per akhir Desember 2002 adalah 42 bank terdiri dari 18 Universal Banks dan 24 Regular
Commercial Banks (terdiri 8 bank milik local, 5 bank cabang pembantu milik
asing dan 11 bank cabang penuh milik asing) dengan total kantor sebanyak 4.326
bank diseluruh wilayah Philippina. Sedagkan untuk mengetahui kondisi ekonomi
dan moneter di Philippina sebagai indicator-indikator bahwa perkembangan
ekonomi mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan sektor riil dapat dilihat
pada dibawah ini.
Indikator Ekonomi
dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad
Money (M2, y-o-y, %)
|
15,43177
|
7,68729
|
10,71219
|
Nonperforming Loans
(% of commercial bank loans)
|
3,52000
|
2,97000
|
2,88000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Assets (% per annum)
|
0,80000
|
1,20000
|
1,65236
|
Rate of Return on
Commercial Bank Equity (% per annum)
|
6,90000
|
10,80000
|
16,68950
|
Risk-Weighted Capital
Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
|
15,69000
|
16,01000
|
17,27000
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Philiphina dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,71 persen,
yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga
konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit
bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,88 persen, tetapi tingkat
pengembalian aset bank umum mengalami peningkatan hingga 1,65 persen. Sejalan
dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank
umum meningkat hingga 16,68 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan
aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh
aktiva yang berisiko meningkat hingga 17,27.
Bank
of Thailand
Bank of Thailand (BOT) pertama kali ditetapkan
sebagai Biro Perbankan Nasional Thailand. Bank of Thailand Act diundangkan pada
tanggal 28 April 1942 vesting pada Bank of Thailand tanggung jawab untuk semua
fungsi bank sentral. Bank of Thailand mulai beroperasi pada tanggal 10 Desember
1942.
Bank of Thailand Act, BE2485
kemudian diubah dalam rangka untuk menempatkan penekanan pada tanggung jawab
sosial BOT, untuk menciptakan mekanisme untuk mencegah krisis ekonomi, serta
untuk mengatur keputusan BOT proses pengambilan untuk memastikan pemerintahan
yang baik dan transparansi dalam organisasi . Selain itu, anggota masyarakat
akan dapat mengaudit dan meningkatkan pemahaman operasi BOT itu. Bank of
Thailand Act, BE2551 mulai berlaku terhitung mulai tanggal 4 Maret 2008. Saat
ini bank umum yang tercatat pada Bank Of Thailand sebanyak 44 bank yang terdiri
13 (tiga belas) bank lokal dan 31 (tiga puluh satu) bank milik asing (www.bot.or.th)
Untuk mengetahui kondisi
ekonomi dan moneter di Thailand sebagai indikator-indikator bahwa perkembangan
ekonomi juga mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan sektor riil dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi
dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad
Money (M2, y-o-y, %)
|
9,16478
|
6,76448
|
10,94290
|
Nonperforming
Loans (% of commercial bank loans)
|
5,26000
|
4,82000
|
3,57000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Assets (% per annum)
|
1,00000
|
1,00000
|
1,00000
|
Rate of Return on
Commercial Bank Equity (% per annum)
|
9,70000
|
8,50000
|
10,00000
|
Risk-Weighted
Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
|
13,96000
|
15,76000
|
16,08000
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Thailand dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,94 persen,
yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga
konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit
bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 3,57 persen, tetapi tingkat
pengembalian aset bank umum tetap stabil di angka 1 persen. Berbeda dengan
tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum
meningkat hingga 10 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang
berisiko meningkat hingga 16,08.
KESIMPULAN
Negara-negara yang
tergabung dalam The Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) beranggotakan 10 negara seperti Indonesia,
Thailand, Philippine, Singapore, Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan
Kamboja yang telah melakukan kerja sama dalam Asean Free Trade Area (AFTA), serta bersama Negara-negara Asia –
Pasifik lainnya menjalin kerja sama di bidang ekonomi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
bertujuan menyongsong ASEAN Economic
Community (AEC) pada tahun 2020 dan mengarah pada glabalisasi ekonomi.
1.
Bank Indonesia,
Indikator ekonomi dan moneter di Indonesia dari tahun 2008
sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar
meningkat hingga 15,4 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga
barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi
turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan
hingga 2,56 persen, sehingga tingkat pengembalian aset bank umum meningkat
hingga 2,9 persen. Berbalik dari tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat
pengembalian modal bank umum menurun hingga 26,1 persen. Kemampuan
bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di
sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18.
2.
Bank Negara Malaysia
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Malaysia dari
tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang
beredar menurun hingga 7,157 persen, yang berarti terjadi deflasi dan penurunan
harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya menurun
menjadi meningkat. Namun demikian kredit bermasalah (macet) mengalami
peningkatan hingga 2,3 persen dan tingkat pengembalian aset bank umum meningkat
hingga 1,5 persen. Sejalan dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat
pengembalian modal bank umum meningkat hingga 16,3 persen. Kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang
di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 14,35.
3. Bangko Sentral ng Pilipinas
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Philiphina
dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan
uang beredar meningkat hingga 10,71 persen, yang berarti terjadi inflasi dan
kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya
meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah
mengalami penurunan hingga 2,88 persen, tetapi tingkat pengembalian aset bank
umum mengalami peningkatan hingga 1,65 persen. Sejalan dengan tingkat pengembalian
aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 16,68
persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari
kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko meningkat
hingga 17,27.
4.
Bank of Thailand
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Thailand dari
tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang
beredar meningkat hingga 10,94 persen, yang berarti terjadi inflasi dan
kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya
meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah
mengalami penurunan hingga 3,57 persen, tetapi tingkat pengembalian aset bank
umum tetap stabil di angka 1 persen. Berbeda dengan tingkat pengembalian aset
bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 10 persen.
Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian
– kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko meningkat hingga
16,08.
Maka dapat disimpulkan bahwa Indikator-indikator
ekonomi dan moneter bank
di negara ASEAN dari tahun 2008 sampai dengan 2010 yang paling banyak mengalami
penurunan, diantaranya
pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 15,4 persen, yang berarti terjadi
inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang
awalnya meningkat menjadi turun
adalah Bank Indonesia. Kemudian untuk Kredit bermasalah (macet) Bank of Thailand paling banyak mengalami
peningkatan hingga 3,57 persen dan
tingkat pengembalian aset bank umum dalam Bank Indonesia paling banyak meningkat
hingga 1,5 persen
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Sejalan dengan tingkat pengembalian
aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum yang paling banyak meningkat
hingga 26,1 persen yaitu Bank Indonesia. Dan kemampuan bank
untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank
yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko paling banyak menurun hingga 17,27 adalah Bangko Sentral
ng Pilipinas.
Referensi:
Koot, Hary. 2010. Analisis Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta.
Listiyanto, Eko dan Asfi Manzilati. 2007. Analisis Biaya Transaksi pada Industri Bank Umum di Indonesia. Universitas Brawijaya. Malang.
Rochmawan, M.L.T. 2004.
“Analisis Indikator Kinerja Keuangan
Perbankan ASEAN (Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, Thailand dan
Philippine 2000-2002)”. Universitas Diponegoro, Semarang.